BOGOR RAYA | BOGOR
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana membatasi akses media sosial bagi anak-anak. Menteri Komdigi, Meutya Hafid, menegaskan bahwa platform yang tetap mengizinkan anak-anak membuat akun akan dikenakan sanksi.
Meskipun regulasi resmi belum diterbitkan, Meutya menargetkan aturan tersebut akan keluar dalam satu hingga dua bulan ke depan.
“Betul ada rencana pembatasan, tapi yang dibatasi adalah akun anak-anak,” ujar Meutya di Jakarta, Rabu (5/2/2025).
Pembatasan Berlaku untuk Anak di Bawah Usia 15 Tahun
Menurut Meutya, regulasi ini akan memastikan anak-anak di bawah usia 15 tahun tidak dapat membuat akun media sosial. Namun, Kementerian Komdigi hanya berfokus pada pengaturan teknologi dan tidak akan masuk ke ranah keluarga atau mengawasi aktivitas internet orang tua.
“Ranah kami adalah teknologi. Jika ada anak berusia 15 atau 16 tahun yang tetap bisa membuat akun, maka platform media sosial yang akan dikenai sanksi, bukan anaknya,” tegasnya.
Oleh karena itu, Meutya meminta platform media sosial untuk aktif menerapkan regulasi yang ditetapkan pemerintah guna memastikan perlindungan bagi anak-anak di dunia digital.
Melindungi Anak dari Ancaman Digital
Langkah ini diambil untuk melindungi anak-anak dari ancaman di dunia digital, termasuk kejahatan daring. Meutya menegaskan bahwa negara tidak boleh membiarkan anak-anak tumbuh dalam lingkungan digital yang tidak sehat tanpa perlindungan yang kuat.
“Kita tidak bisa membiarkan anak-anak tumbuh dalam lingkungan digital yang penuh ancaman,” tuturnya.
Dukungan dari Kementerian PPPA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Men PPPA), Arifah Fauzi, menyambut baik langkah ini sebagai bagian dari upaya perlindungan anak di era digital.
Selain itu, Arifah juga mengapresiasi kerja sama Polri dan United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia dalam menangani kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 menunjukkan bahwa satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual, sementara satu dari sepuluh perempuan mengalami kekerasan dari pasangan mereka.
Dengan kebijakan baru ini, pemerintah berharap dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih aman bagi anak-anak dan kelompok rentan lainnya.(Rb/Fj)